Jumat, 03 Juni 2011

INFORMATION TECHNOLOGY FOR FISHERIES RESOURCES MANAGEMENT

Remote sensing plays an important role in helping people to research about the nature. This technology has been also used to fishermen during their fishing activities. Fishermen use this technology to to observe the conditions and events associated with the condition of the earth, especially at the difficult marine conditions that can be predicted on nearly real time basis. The application not only aims for researching the condition and state of nature but also assisting the exploration and exploitation of resources that exist in nature especially the sea, especially fishery resources.
Types of environmental conditions affect the recruitment, distribution, advantages and availability of fishery resources. It could not be predicted all the information remotely to assess changes in the marine environment. Some knowledge of the situation and the effect of fish populations, however, which can often be inferred estimates made by remote sensors, for example, dissolved solution, the type of products the main level, the distribution of surface isotherms, the boundary of the front location, a distinguished regional strategic, currents and water circulation patterns. The parameters provide information on environmental factors are also allowed to forecast the distribution of fish or more generally on marine fish habitats. It may be easier to use a remote data rather than the presence of fish.
The application method used in the detection of fish to help the fishermen, among others, using the method of direct detection and indirect detection methods to observe some of the parameters associated with abundance, and distribution of fish such as chlorophyll, macrophytes and sea surface temperature.
In addition, the satellite can also be used as a monitoring tool and to help in rescue operations, prediction of climate change, and sensing the Earth's surface conditions, especially the sea floor.

ANALISIS KEBUTUHAN AIR BERSIH DAN PELAYANAN PDAM DI KOTA MUARA TEWEH

RINGKASAN
ANALISIS KEBUTUHAN AIR BERSIH DAN PELAYANAN PDAM DI KOTA MUARA TEWEH, Jessica Eka Pratiwi, DAB 104 005, tahun 2009, Jurusan/Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Palangkaraya.

Pemenuhan Kebutuhan dan pelayanan air bersih pada suatu kota atau komunitas perlu dilakukan evaluasi sehingga dalam aktivitas pemenuhan kebutuhan air tersebut. Pelaksanaan pengolahan air di Kota Muara Teweh dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Muara Teweh. Jumlah kebutuhan air bersih semakin meningkat dengan bertambahnya jumlah penduduk. Menurut survei pendahuluan di PDAM Kota Muara Teweh pada awal tahun 2009 diketahui bahwa tingkat layanan air bersih masih terpenuhi dengan baik pada tahun-tahun sebelumnya. Namun, dalam jangka waktu sepuluh tahun yang akan datang perlu ditingkatkan kapasitas produksinya agar pemenuhan kebtuhan dan pelayanan air bersih dapat tetap terpenuhi dengan baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah debit kebutuhan air bersih di Kota Muara Teweh ditinjau dengan metode standar debit air bersih sesuai kriteria kota ditinjau dari jumlah penduduk, mengetahui jumlah kehilangan air (losses) pada jaringan dan mengetahui unjuk kerja (performance) layanan jaringan air bersih yang dilakukan oleh PDAM Kota Muara Teweh. Unjuk Kerja diketahui dengan cara menganalisa layanan jaringna terhadap kemampuan jaringan dalam memenuhi kebutuhan minimum pelanggan terhadap debit berdasarkan standar minimum terhadap keandalan (reability), kelentingan (resiliency) dan kerawanan (vulneralibility).
Berdasarkan hasil analisisi, kebutuhan air bersih seluruh penduduk Kota Muara Teweh pada tahun 2009 sampai 2019 adalah 70,28 lt/dtk sampai 210,49 lt/dtk, sedangkan untuk target layanan 60 % penduduk adalah 42,17 lt/dtk sampai 129,29 lt/dtk. Hasil analisis debit pencatat meteran air yaitu dalam 1 bulan terjadi kegagalan yang bervariasi pada kawasan IV distribusi PDAM Kota Muara Teweh yaitu sebesar 5 % sampai 74,20 % defisit.

Program Pengangkutan Sampah di Palangka Raya

BAB I
PENDAHULUAN

Kota Palangka Raya adalah sebuah kota sekaligus merupakan ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah. Kota ini memiliki luas wilayah 2.678,51 km² dan berpenduduk sebanyak 220.223 jiwa dengan kepadatan penduduk rata-rata 62,89 jiwa tiap km² (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010). Sebelum otonomi daerah pada tahun 2001, Kota Palangka Raya hanya memiliki 2 kecamatan, yaitu: Pahandut dan Bukit Batu. Kini secara administratif, Kota Palangka Raya terdiri atas 5 kecamatan, yakni: Pahandut, Jekan Raya, Bukit Batu, Sebangau, dan Rakumpit.
Salah satu tantangan yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Palangka Raya adalah penanganan masalah Persampahan. Pertambahan penduduk Kota Palangkaraya telah menyebabkan semakin tingginya volume sampah yang harus dikelola setiap hari. Kondisi volume sampah di Kota Palangkaraya, baik sampah organik maupun non organik rata-rata setiap hari berkisar 500 m3 baik yang dihasilkan pemukiman maupun pasar, dan dari jumlah tersebut hanya 75 persen dapat diangkut ke tempat pembuangan akhir sampah (TPA), selebihnya belum dapat terangkut, dan sebagian lainnya dikelola masyarakat.
Hal tersebut pula yang menyebabkan Kota Palangka Raya tidak lolos dalam penilaian tahap pertama (P1) untuk mendapatkan pengahargaan Adipura tahun ini. Palangka Raya hanya menduduki peringkat ke-7 se-Kalimantan Tengah dangan nilai 58,19. Ternyata penilaian yang nilainya terendah adalah Pengelolaan Sampah yaitu 45,07 dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yaitu 45,48.
Tempat sampah yang memadai juga menjadi hal yang sangat langka di Kota Palangka Raya terutama pada kawasan yang padat penduduknya. Pada beberapa daerah yang padat penduduknya TPS sangat kecil dan tidak cukup untuk menampung sampah yang ditimbulkan. Hal tersebut akan mengakibatkan timbunan sampah yang tidak terangkat, dan bila terdekomposisi akan menimbulkan bau dan akan mengundang lalat.
Banyaknya tumpukan sampah yang bukan merupakan TPS yang seharusnya menyebabkan banyaknya timbunan sampah yang terkumpul tapi tidak tertangani (diangkut/ditanam) dan tidak terangkut ke TPA sehingga pada saat sampah tersebut menjadi terdekomposisi dan menimbulkan bau yang akan mengganggu pernafasan dan mengundang lalat yang merupakan pembawa dari berbagai jenis penyakit.
Pengangkutan sampah dari tempat pembuangan sementara ke tempat pembuangan akhir merupakan kegiatan selanjutnya yang perlu dipikirkan karena keterbatasan alat pengangkut sampah yang tidak layak untuk di gunakan dalam kegiatan. Pengangkutan sampah ke TPA juga terkendala karena jumlah kendaraan yang kurang mencukupi dan kondisi peralatan yang telah tua.
Pengangkutan dari TPS ke TPA banyak yang dilakukan dengan menggunakan truk bak terbuka dan sudah bocor, sehingga sering terjadi sampah dan cairan sampah yang diangkut tersebar disekitar rute perjalanan. Hal ini menjadikan keindahan kota tergangu karena sampah tercecer dan bau yang ditimbulkan akan menggangu pernafasan.
Banyaknya sampah yang harus diangkut akan memerlukan banyak truk pengangkut, dengan keterbatasan jumlah truk yang dimiliki oleh Dinas Kebersihan, rotasi truk pengangkut menjadi lebih tinggi. Kondisi tersebut menyebabkan biaya perawatan truk pengangkut akan meningkat dan masa pakai kendaraan pengangkut akan semakin pendek.
Permasalahan persampahan di Kota Palangka Raya khususnya dalam hal pengangkutan sampah dan penjadwalan pengambilan sampah dari TPS yang akan di angkut ke TPA yaitu dengan penyediaan alat pengangkutan yang baik dan penjadwalan yang teratur. Tenaga pelaksana kegiatan pun perlu diperhatikan dan diberikan pengarahan serta pelatihan yang benar tentang teknik opersional pengangkutan sampah dan dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan penjadwalan kegiatan sesuai rute atau jalur pengangkutan.



BAB II
SISTEM PENGANGKUTAN DAN PENJADWALAN
DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA PALANGKA RAYA

2.1 Sistem Pengangkutan Sampah dan Penjadwalan Pengangkutan Sampah
Pada saat ini, sistem pengelolaan sampah di kota Palangka Raya dilakukan dengan mengandalkan armada pengangkut sampah seperti truk terbuka yang mengangkut sampah domestic dan industri yaitu sampah rumah tangga, pasar, pabrik, rumah sakit, hotel dan sebagainya dari tempat pembuangan sementara (TPS ) ke tempat pembuangan akhir (TPA).
Sampah-sampah tersebut bercampur aduk antara sampah organik (seperti sisa makanan,dapur), sampah anorganik (seperti kertas, plastik, kaleng, kaca, barang pecah-belah, kain, besi, mika, dan sebagainya) bahkan sampah berbahaya dan beracun (seperti baterai, kaleng spray, dan sebagainya).

Gambar 1. TPS dengan Tumpukan Sampah yang Belum Terangkut
Sampah- sampah dikota Palangka Raya biasanya diangkut pada pagi hari disaat orang-orang mulai beraktivitas sekitar jam 07.00 – 09.00 pagi hari, bahkan biasanya waktunya sangat tidak teratur. Sampah-sampah tersebut diambil dari Tempat Penampungan sementara (TPS ) kemudian diangkut menuju ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Jalan Cilik Riwut, Km.14. Padahal seharusnya kegiatan pengangkutan sampah selesai sebelum kegiatan dan aktifitas lalu lintas pada pagi hari mulai padat.

Gambar 2. Proses Pengangkutan Sampah dengan Bak Terbuka

2.2 Armada Angkutan Sampah
Jalur/rute pengangkutan sampah di Kota Palangka Raya terbagi menjadi 15 rute (data terlampir). Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) yang tersebar di Kota Palangka Raya berjumlah 182 Unit TPS (data terlampir), container berjumlah 17 unit dan Transfer Depo (tempat pembuangan sementara yang dilengkapi dengan landasan untuk gerobak sampah maupun untuk truk dalam melakukan bongkar muatan Container) berjumlah 2 unit.

Gambar 3. Container
Pengangkutan dari TPS ke TPA banyak yang dilakukan dengan menggunakan truk bak terbuka dan sudah bocor, sehingga sering terjadi sampah dan cairan sampah yang diangkut tersebar disekitar rute perjalanan. Pengangkutan sampah ke TPA juga terkendala karena jumlah kendaraan yang kurang mencukupi dan kondisi peralatan yang telah tua. Pahadal seharusnya jumlah kendaraan pengangkut ditentukan pula oleh volume buangan sampah setiap hari.
Armada angkutan sampah yang tersedia saat ini berjumlah 15 buah yang terdiri atas 5 (lima) Amroll Truck (mengangkut sampah dalam kontainer ke TPA. Truk ini dilengkapi mesin pengangkat container) dan 10 (Sepuluh) Dump Truck (mengangkut sampah dari TPS ke TPA dengan sistem hidrolik. Truk ini dilengkapi dengan penutup container).






Namun sangat disayangkan dari armada angkutan yang tersedia tidak memiliki kelengkapan surat-surat kendaraan, sebab ada ada banyak kendaraan yang masa berlaku surat-suratnya habis. Bahkan tidak ada perlakuan untuk pemeliharaan dan perawatan kendaraan tersebut sehingga keadaan kendaraan banyak yang sudah tua dan keadaannya tidak layak untuk digunakan. Sehingga mempengaruhi proses pengangkutan yang mengakibatkan pada saat mengangkut sampah tidak jarang sampah-sampah berceceran di sepanjang jalan yang dilalui sehingga mempengaruhi kebersihan jalan dan polusi bagi pengguna jalan.
Hal tersebut terjadi karena alokasi dana pengadaan dari pemerintah yang terbatas untuk setiap tahunnya sehingga anggaran dalan pelaksanaan kegiatan pengangkutan sampah terutama permasalahan armada pengangkutan tidak dapat tercapai dengan baik.

2.3 Personil Pengangkutan sampah

Tabel 1. Data Pasukan Kuning
Tugas Jumlah Honorer PNS
Penyapuan 111 Orang 80 Orang 31 Orang
Angkutan 109 Orang 86 Orang 23 Orang
Penyuluhan 13 Orang 2 Orang 11 Orang
Limbah 7 Orang 3 Orang 4 Orang
Workshop 6 Orang 3 Orang 3 Orang
JUMLAH 246 Orang 174 Orang 72 Orang

Pelaksanaan pengangkutan sampah dilakukan oleh petugas sesuai dengan 15 rute yang sudah ditentukan oleh 109 orang (86 orang honorer dan 23 orang PNS). Dalam pengangkutan pada masing-masing rute ditugaskan 4-5 orang personil dan 1 orang supir armada kendaraan pengangkut sampah.
Biasanya personil menggunakan seragam pasukan kuning namun tidak jarang mereka tidak menggunankan seragam dalam pelaksanaan kegiatan sehingga berbahaya bagi kesehatan personil tersebut. Personil yang bertugas dalam pengangkutan sampah bekerja sebagai honorer yang dibayar rata-rata Rp.30.000,-/per hari. Umur personil pelaksana pengangkutan sampah antara 20-60 tahun.

Gambar.6 Proses Pengumpulan Sampah dari TPS

Tingkat pendidikan personil yang tergolong rendah dan kurangnya pelatihan untuk melakukan pengangkutan sampah sehingga dalam pelaksanaannya banyak yang dikerjakan tidak sesuai prosedur pelaksanaan sehingga pengangkutan banyak menimbulkan masalah terutama bagi masyarakat pengguna jalan yang dilalui oleh kendaraan pengangkut sampah maupun masyarakat di sekitar TPS.



.











BAB III
KEBIJAKAN DAN PROGRAM YANG DIUSULKAN

3.1 Sistem Pengangkutan Sampah
Menurut UU Nomor.18 Tahun 2008 pada Bab VI Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga terdiri atas dua yaitu pengurangan sampah rumah tangga dan penanganan sampah rumah tangga. Pada pasal 22 UU Nomor.18 Tahun 2008 penanganan sampah meliputi :
a. Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah dan atau sifat sampah;
b. Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu;
c. Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir;
d. Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi dan jumlah sampah, dan/atau;
Pemprosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman
Pengangkutan sampah adalah kegiatan pemindahan sampah dari Tempat Pembuangan Sementara atau Transfer Depo ke Tempat pengolahan Sampah atau Lahan Pembuangan Akhir.
Operasi pengangkutan yang ekonomis ditentukan oleh beberapa faktor antara lain :
a. Dipilih rute pengangkutan ke TPA sependek-pendeknya dan sedikit hambatan.
b. Menggunakan truck dengan kapasitas daya angkut maksimal dan memungkinkan.
c. Menggunakan kendaraan hemat bahan bakar.
d. Jumlah trip pengangkutan sebanyak mungkin dalam waktu yang diijinkan sesuai peraturan.
Persyaratan untuk kendaraan pengangkut sampah adalah :
a. Sampah harus tertutup selama pengangkutan, minimal ditutup dengan jaring.
b. Tinggi bak maksimal 1,6 meter.
c. Sebaiknya ada alat ungkit.
d. Disesuaikan dengan kondisi jalan yang akan dilalui.

Gambar 7. Truk Pengangkut sampah yang sesuai dengan persyaratan

Sistem pengangkutan sampah dilakukan dengan 2 metode yaitu Houled Container System (HCS) yaitu sistem pengangkutan sampah yang wadahnya dapat berpindah-pindah dan ikut dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir ( TPA ), dan Stationary Container System (SCS ) yaitu sistem pengangkutan sampah yang wadahnya tidah berubah / tetap, dan dapat berupa diangkat atau tidak dapat diangkat. Dan biasanya HCS sering digunakan untuk daerah komersil seperti pasar, pertokoan, dll dan SCS untuk daerah pemukiman.

Gambar 8. Sistem Pengumpulan dan Pengangkutan Sampah

Sampah dari Pemukiman, pasar, perkantoran atau tempat umum lainya diangkut/ dibuang ke TPS terdekat /container. Kemudian Truk pengangkut sampah akan mengangkut sampah dari TPS tersebut menuju TPA.
Pengangkutan tersebut dapat berjalan dengan baik dapat tercapai dengan baik jika armada yang digunakan layak dan memadai, dengan 15 armada yang dimiliki Dinas Pasar dan Kebersihan Kota Palangkaraya sangatlah kurang untuk memenuhi dan menjangkau 15 rute jalur pengangkutan. Sehingga diperlukan penambahan armada baik itu dump truck maupun armroll truck yang tertutup atau minimal ditutup dengan jaring. Hal tersebut pasti terkait dengan anggaran tahunan yang dianggarkan pemerintah, namun beberapa tahun belakangan tidak ada peningkatan dana anggaran, sehingga penggadaanpun sangat sulit dilaksanakan.
Untuk mengatasi pengangkutan dari rumah ke TPA atau TPS Dinas Pasar dan Kebersihan dapat menyediakan armada berupa gerobak sampah atau gerobak motor sehingga sampah yang ada di gang-gang kecil yang jauh dari TPS atau TPA dapat terangkut seluruhnya. Sehingga tidak terjadi penumpukan sampai yang tidak sesuai dengan tempatnya (TPS liar). Gerobak motor ini harusnya tersedia di RW atau RT, yang dikelola oleh RT/RW setempat. Personil pengangkutan sampah dapat dilakukan secara sukarela oleh masyarakat setempat atau dapat pula dipekerjakan seorang personil yang mendapatkan honor bulanan yang dananya dikumpul dari rumah tangga dalam RT/RW . Honor tersebut dikumpulkan dari kontribusi tiap rumah tangga antara Rp 15.000,- s/d Rp 20.000,- per bulan. Pengangkutan dapat dilakukan setiap hari pada malam atau pagi hari.




Gambar 9. Gerobak Motor
Tindakan pemeliharaan dan perawatan armada tersebut juga perlu diperhatikan agar kendaraan dapat terpelihara dan dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin dalam kegiatan pengangkutan sampah. Sehingga perlu adanya bengkel khusus armada tersebut atau penambahan dana pemeliharaan dan perawatan.
Selain itu pula, perlu diperhatikan kesejahteraan personil (honor yang sesuai, seragam pengaman dll). Pelatihan dan pengarahan tentang pengelompokan sampah serta prusedur pengangkutan yang benar perlu dilakukan.

3.2 Penggelompokan Sampah yang akan diangkut.
Penggelompokkan/pilah sampah seharusnya dilakukan oleh masing-masing rumah tangga sebelum dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) yang sibagi menjadi 3 jenis sampah yaitu sampah organik, nonorganik dan B3.
Sehingga sistem pengangkutan sampah hendaknya dapat dibagi berdasarkan jenis sampah sehingga sampah dapat didaur ulang sebagaimana fungsinya, yaitu :
1. Sampah organik dapat dijadikan kompos
Sampah Organik adalah merupakan barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi masih bisa dipakai kalau dikelola dengan prosedur yang benar. Sampah ini dapat diolah lebih lanjut menjadi kompos atau energi alternatif berupa biogas yang melalui serangkaian proses pengolahan.


Gambar 10. Sampah Organik
Sampah organik berasal dari makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan.


Sampah organik sendiri dibagi menjadi :
• Sampah organik basah
Istilah sampah organik basah dimaksudkan sampah mempunyai kandungan air yang cukup tinggi. Contohnya kulit buah dan sisa sayuran.
• Sampah organik kering
Sementara bahan yang termasuk sampah organik kering adalah bahan organik lain yang kandungan airnya kecil. Contoh sampah organik kering di antaranya kayu atau ranting pohon, dan dedaunan kering.

2. Sampah anorganik dapat direcyling dan direuse
Sampah anorganik (sampah kering), yaitu sampah yang tidak mudah membusuk, seperti plastik wadah pembungkus makanan, kertas, plastik mainan, botol dan gelas minuman, kaleng, dan sebagainya. Sampah jenis ini tidak dapat terdegradasi secara alami oleh alam.

Gambar11. Sampah Anorganik
Walaupun demikian, sampah ini dapat dijadikan sampah komersil atau sampah yang laku dijual untuk dijadikan produk lainnya sehingga apabila diolah lebih lanjut dapat menghasilkan keuntungan. Selain dijual sampah anorganik dapat diolah menjadi barang hiasan rumah tangga, peralatan rumah tangga, dan bahan dalam pembuatan karya seni rupa. Beberapa sampah anorganik yang dapat dijual dan diolah menjadi produk baru adalah plastik wadah pembungkus makanan, botol dan gelas bekas minuman, kaleng, kaca, dan kertas, baik kertas koran, HVS, maupun karton.


3. Sampah berbahaya diolah agar tidak berbahaya bagi lingkungan.
Sampah Bahan Berbahaya Beracun (B3). B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. (U.U. R.I. No. 23/1997 Pasal 1 Ayat 18).

Gambar 12. Sampah B3
Jumlah limbah B3 yang melampaui batasan yang ditetapkan dapat bersifat reaktif ( mudah meledak, mudah tersambar api) , korosif, dan mengandung zat-zat beracun seperti karsinogenik yaitu agensia (misalnya senyawa kimia, radiasi, virus) yang menyebabkan atau merangsang pertumbuhan tumor berbahaya (kanker) karena perbanyakan sel yang tidak terkendali, mutagenik yaitu agensia yang mengakibatkan mutasi atau perubahan dalam struktur molekul DNA, atau teratogenik yaitu agensia yang mengakibatkan kelainan atau cacat tubuh pada embrio makhluk hidup saat pertumbuhan dan perkembangan dalam kandungan.


Sampah dari alat-alat pemeliharaan kesehatan, sampah sisa industri, dan sampah dalam pengolahan bahan kimia adalah sampah yang termasuk B3. B3 berbeda dengan sampah-sampah lainnya yang dalam pengolahannya B3 memerlukan metode khusus agar tidak membahayakan lingkungan sekitar. Sampah ini dapat berupa padat, cair, maupun gas.
Pengelompokkan sampah tersebut harusnya disosialisasikan kepada masyarakat sehingga masyarakat bisa memilah sampah sesuai kelompoknya sebelum membuang ke TPS. Hal tersebut juga perlu ditunjang oleh fasilitas tempat sampah atau TPS yang dibuat sesuai pengan pembagian kelompok tersebut. Tempat sampah dibagi menjadi tiga blok atau bak berbeda warna dan diberi keterangan dengan tulisan yaitu untuk sampah organik, nonorganik atau B3.












Gambar 13. Rencana Bak sampah 3 Jenis Sampah
Dari pengelompokan sampah yang diangkut maka untuk sampah organik seharusnya diangkut dengan bak tertutup agar tidak berceceran dan dapat langsung diolah sebagai kompos yang dapat dimanfaatkan lagi.
Sampah anorganik seharusnya diangkut menggunakan truck yang memiliki alat compactor sehingga sampah-sampah organik dapat dipress ketika dimasukan didalam truk dan volume sampah yang diangkut dapat lebih banyak.



Gambar 14. Truk Sampah masa depan di Palangka Raya
3.3 Rancana Penjadwalan Pengangkutan Sampah
Penjadwalan pengangkutan sampah disesuaikan dengan pengelompokan sampah yang dihasilkan baik oleh rumah tangga maupun tempat-tempat umum (pasar). Sebaiknya sampah tidak boleh dicampur antara sampah organik, anorganik dan B3 karena akan sulit dikelola ditempat pembuangan akhir nantinya (TPA). Selain itu pula hal tersebut akan menyulitkan bagi petugas pengangkutan sampah untuk mengangkut sampah-sampah sehingga tidaklah jarang bak kendaraan angkut yang bocor menyebabakan sampah-sampah berceceran disepanjang jalan.
Pengangkutan sampah dapat dijadwalkan sebagai berikut :
1. Pengangkutan Sampah Organik
Pengangkutan sampah organik sebaiknya dilakukan setiap hari, karena waktu pembusukan sampah organic berkisar 1-3 hari, sehingga tidak sampai menyebabkan bau dan mengundang lalat-lalat yang dapat menyebarkan penyakit. Selain itu sampah organik tersebut sebaiknya diolah menjadi kompos.
2. Pengangkutan Sampah Anorganik
Pengangkutan sampah anorganik dapat diambil setiap 2 kali dalam seminggu atau 3 hari sekali (dapat dipilih antara Senin dan Kamis, Selasa dan Jumat, atau Rabu dan Sabtu,) sehingga dapat direuse dan direcyling oleh pemilah ataupun pemulung.
3. Pengangkutan Sampah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Pengangkutan sampah B3 sebaiknya diambil setiap hari untuk menghindari bahaya yang timbul akibat sampah tersebut.





BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Pilah sampah sebelum dilakukan pembuangan ke TPS perlu dilakukan oleh tiap rumah tangga untuk mempermudah sistem pengangkutan.
2. Seharusnya kegiatan pengangkutan sampah selesai sebelum kegiatan dan aktifitas lalu lintas pada pagi hari mulai padat (04.00 s/d 06.00 WIB).
3. Seharusnya armada pengangkutan sampah harus tertutup selama pengangkutan, minimal ditutup dengan jarring, Tinggi bak maksimal 1,6 meter, ada alat ungkit dan disesuaikan dengan kondisi jalan yang akan dilalui.
4. Perlunya penambahan armada pengangkutan sampah baik itu dump truck maupun armroll truck yang tertutup atau minimal ditutup dengan jarring untuk mencapai seluruh rute pengangkutan .
5. Pengadaan Gerobak motor untuk pengangkutan sampah dari gang-gang kecil dan kawasan yang jauh dari TPS/TPA.
6. Tindakan pemeliharaan dan perawatan armada tersebut juga perlu diperhatikan agar kendaraan dapat terpelihara dan dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin dalam kegiatan pengangkutan sampah. Sehingga perlu adanya bengkel khusus armada tersebut atau penambahan dana pemeliharaan dan perawatan.
7. Pengangkutan sampah dapat dijadwalkan sebagai berikut :
a. Pengangkutan Sampah Organik sebaiknya dilakukan setiap hari.
b. Pengangkutan Sampah Anorganik dapat diambil setiap 2 kali dalam seminggu atau 3 hari sekali (dapat dipilih antara Senin dan Kamis, selasa dan Jumat, atau Rabu dan Sabtu,)
c. Pengangkutan Sampah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dilakukan setiap hari untuk menghindari bahaya yang timbul akibat sampah tersebut.

4.2 Saran
1. Adanya respon dan antusias masyarakat di Kota Palangka Raya yang cukup tinggi untuk melakukan konsep 3R ini maka, diharapkan dilakukan tahap jangka menengah untuk melakukan kampanye dan pelatihan program 3 R sehingga dapat mengimplementasikan sampah dengan 3 R.
2. Tempat sampah ditempat umum seharusnya dibagi menjadi tiga blok atau bak berbeda warna dan diberi keterangan dengan tulisan yaitu untuk sampah organik, nonorganik atau B3.
3. Pendistribusian penempatan TPS masih belum memenuhi persyaratan, untuk itu jarak maksimum daerah layanan masing-masing TPS harus dibuat sejauh 1000 m dan dibuat tidak terlalu kecil tapi diukur sesuai dengan jumlah penduduk yang tinggal di kawasan tersebut.
4. Perlunya sosialisasi tentang pengelolaan sampah di tingkat RT dan RW.
5. Perlunya edukasi tentang pengelolaan sampah dalam dunia pendidikan dan perkantoran.

DAS

Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu sistem kompleks yang disusun atas sistem fisik, sistem biologis dan sistem manusia. DAS terdiri atas dua bagian utama daerah tadah (catchment area) yang membentuk daerah hulu dan daerah penyaluran air yang berada di bawah daerah tadah.
Dalam pengelolaannya, DAS hendaknya dipandang sebagai suatu kesatuan sumberdaya darat. Sehingga pengelolaan DAS yang bijak hendaklah didasarkan pada hubungan antara kebutuhan manusia dan ketersediaan sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan manusia tersebut.
Pengelolaan sumberdaya biasanya sudah menjadi keharusan manakala sumberdaya tersebut tidak lagi mencukupi kebutuhan manusia maupun ketersediaannya melimpah. Pada kondisi dimana sumberdaya tidak mencukupi kebutuhan manusia pengelolaan DAS dimaksudkan untuk mendapatkan manfaat sebaik-baiknya dari segi ukuran fisik, teknik, ekonomi, sosial budaya maupun keamanan-kemantapan nasional. Sedangkan pada kondisi dimana sumberdaya DAS melimpah, pengelolaan dimaksudkan untuk mencegah pemborosan.
Dalam pelaksanaan pengelolaan DAS tidak jarang menimbulkan dampak negatif baik bagi vegetasi, tanah, air maupun manusia. Mengingat bahwa DAS merupakan suatu sistem yang terbentuk dari gabungan sumberdaya yang saling berkaitan dan berinteraksi, maka dalam pengelolaannya harus memperhatikan keadaan lingkungan. Karena DAS merupakan sumberdaya darat yang sangat komplek maka pemanfaatan DAS harus bersifat komprehensif yang lebih mementingkan pengoptimuman kombinasi keluaran daripada pemaksimuman salah satu keluaran saja. Oleh karena itu, pengelolaan DAS harus dilaksanakan secara terpadu, terencana, dan berkesinambungan guna mendapatkan manfaat sebaik-baiknya. Dengan memahami DAS sebagai suatu system ekologi, diharapkan pengelolaan DAS akan dapat lebih terarah, bermanfaat, dan berkelanjutan.

Pencemaran Air Sungai Kahayan

Air merupakan komponen lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan. Makhluk hidup di muka bumi tidak dapat terlepas dari kebutuhannya akan air. Namun, air akan manjadi malapetaka jika tidak tersedia dalam kondisi yang baik dari segi kualitas dan kuantitasnya.
Air bersih sangat didambakan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, untuk keperluan industri, sanitasi kota maupun untuk pertanian. Air bersih adalah air yang tidak mengandung kuman penyakit dan zat-zat bebahaya bagi makhluk hidup terutama bagi kesehatan tubuh manusia.
Beberapa waktu ini persoalan penyediaan air yang memenuhi syarat menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius. Permasalahan pencemaran air ini juga terjadi di Kalimantan Tengah, tepatnya di Sungai Kahayan.
Sungai Kahayan tercemar akibat bahan berbahaya yaitu mercury oleh aktifitas pertambangan emas tanpa ijin (PETI) di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Kahayan. Selain itu pencemaran air sungai juga terjadi akibat limbah rumah tangga dan penebangan liar di kawasan hutan DAS Kahayan khususnya di daerah hulu sungai.
Dalam upaya mengatasi pemasalahan tersebut perlu perhatian pemerintah yang juga dibantu oleh masyarakat. Upaya penanggulangannya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara teknis dan non teknis. Sehingga pencemaran di sungai Kahayan akan berkurang dan kualitas masyarakat akan lebih ditingkatkan dengan mendapatkan sumber air yang aman, bersih dan sehat.

Tragedy Of The Commons (Overfishing di Kalimantan Tengah)

Tingkat kemajuan suatu negara atau wilayah dapat diukur melalui pertumbuhan ekonomi di negaranya. Seharusnya saat pertumbuhan ekonomi terjadi, yang diharapkan adalah keadaan lingkungan tetap lestari. Namun umumnya kenyataan yang sering terjadi adalah ketidakseimbangan dan kerusakan pada lingkungan, karena disaat pertumbuhan ekonomi cukup tinggi, kerusakan lingkungan juga tinggi. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan ekonomi diraih dengan cara melakukan eksploitasi sumberdaya alam tanpa mengupayakan nilai tambah dan tidak dibarengi dengan investasi sumberdaya manusia. Terjadilah kemudian tragedi kepemilikan bersama.
Istilah tragedi kepemilikan bersama, mengacu pada tulisan Garret Hardin, Profesor Emeritus of Ecology University of Santa Barbara-California dalam Majalah Science edisi 162 yang terbit tahun 1968, Tragedy of the Commons. Tragedi kepemilikan bersama merupakan perangkap sosial yang biasanya berkaitan dengan masalah ekonomi yang menyangkut konflik antara kepentingan individu dengan barang milik umum.
Terjadinya tragedi kepemilikan bersama ini diakibatkan oleh pemikiran bahwa sumberdaya alam adalah milik semua orang yang telah diciptakan Tuhan, sehingga siapa saja dapat memanfaatkannya. Dalam logika sederhana, prinsif ini lebih kurang bermakna ”Kalau tidak saya manfaatkan sekarang, pasti ada orang lain yang juga akan memanfaatkannya.”
Tragedi kepemilikan bersama merupakan metafora yang menggambarkan bahwa akses bebas dan ketidakterbatasan akan sumberdaya alam pada akhirnya akan menyebabkan malapetaka struktural yang tidak terelakkan terhadap sumberdaya tersebut berupa eksploitasi berlebihan (over-exploitation) yang menyebabkan habisnya sumberdaya tersebut. Malapetaka tersebut terjadi karena keuntungan dari ekploitasi hanya dinikmati oleh individu atau kelompok, sedangkan dampak dari eksploitasi akan terdistribusi ke semua orang yang juga memerlukan sumberdaya tersebut. Individu/ kelompok tersebut mendapatkan keuntungan dari eksploitasi yang dilakukan mak ada kecenderungan untuk meningkatkan kebutuhan mereka akan sumber daya tersebut, maka lam-kelamaan sumber daya tersebut akhirnya habis. Kerugian akibat habisnya sumberdaya tersebut tidak saja akan dirasakan oleh semua orang yang juga memerlukan sumberdaya tersebut bagi kehidupan mereka.
Potensi perikanan di Kalimantan Tengah sangat besar, khususnya perikanan air tawar. Hal itu dikarenakan luasnya wilayah perairan tawar seperti sungai, danau dan rawa di Kalimantan Tengah. Potensi perikanan di perairan umum Kota Palangka Raya sangat banyak sekali jenisnya seperti Betok, Biawan, Belida, Baung, Sepat. Kekayaan hayati Kalteng di bidang perikanan paling bagus se Indonesia, dengan 300 spesies ikannya. Dari jumlah tersebut terdapat 80 spesies ikan hias, dan 100 spesies ikan bernilai ekonomis tinggi.
Ternyata tragedi kepemilikan bersama itulah yang tampaknya telah mendorong terjadinya berbagai praktek illegal dalam penggunaan sumberdaya alam di Kalimantan Tengah, seperti, illegal fishing. Populasi ikan tiga sungai besar di Kalimantan Tengah (Kalteng) terancam punah. Sungai Kapuas, Barito dan Seruyan dipastikan miskin populasi ikan akibat praktek penangkapan ikan illegal (illegal fishing).
Masyarakat yang mata pencahariannya sebagai nelayan dikategorikan masih miskin dan memiliki tingkat pendidikan yan sangat rendah. Perilaku masyarakat ini cenderung destruktif sangat dipengaruhi oleh faktor ekonomi (kemiskinan) dalam memenuhi kebutuhannya dan diperparah dengan sifat keserakahan dalam mendapatkan hasil yang maksimal walaupun ditempuh dengan cara-cara yang merugikan karena bukan saja merusak lingkungan ekosistem daerah perairan yang kaya akan ikan tetapi juga memutus rantai mata pencaharian anak cucu.
Tragedi ini pula yang menjadikan banyaknya pemerintah daerah yang ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayahnya dengan mempermudah ijin bagi investor asing maupun lokal untuk memanfaatkan sumberdaya alam. Kesannya kemudian adalah kita seperti sedang ”jual murah” sumberdaya alam, padahal pemulihan lingkungan memerlukan biaya mahal dengan waktu yang sangat panjang.
Bahwa sumberdaya alam harus dimanfaatkan dan digunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat memang amanah konstitusi, tetapi fungsi lingkungan harus tetap diperhatikan, termasuk daya dukung untuk dapat mempertahankan keamanan ekologis suatu wilayah. Begitupun hak bagi generasi yang akan datang untuk tetap menikmati lingkungan yang nyaman dan sumberdaya yang melimpah.

SEAGRASS, TREASURE FORGOTTEN

One of the potential marine resource is seagrass. Seagrasses are a group of seed plants (Angiospermae) and single pieces (monocot) that can live under the sea. Seagrass communities are among the lowest limit of the tidal area up to certain depths where sunlight can still reach the sea floor.
Compared with the ecosystem of coral reefs and mangroves, seagrass ecosystems has not been a lot of attention. That is because the beds are not as popular as coral reefs or mangroves that have been clearly known to have economic potential for the human community. Whereas seagrass also has a high economic value, although not directly, but it is a source of capital to produce something very valuable and sustainable.
In fact, this ecosystem is very important presence in the marine ecosystem, because seagrass is a plant that acts as a producer of food for living creatures in the sea. In addition, seagrass can also supply nutrients to coral reefs that once acted as a protective coral reefs of the mud that can damage and kill coral reefs. Even the seagrass beds are also very important role, namely as a place of care, shelter, foraging, shelter or place of migration of various species of animals.
Seagrass ecosystems are very related to the ecosystems in coastal areas such as mangroves, coral reefs, estauria and other ecosystems in supporting the presence of biota, especially in fisheries as well as several other aspects such as physical functioning and socio-economic. This indicates the presence of seagrass ecosystems is not stand alone, but linked to the surrounding ecosystem, greatly influenced even activities ashore. However, the recent shrinking of seagrass condition by the damage caused by natural events and human activities.
Threats from the natural event is usually due to tsunami, volcanic eruptions, cyclones, can cause damage to the coast, as well as to the seagrass beds. Even seagrass damage was also caused by herbivores that consume them in the sea down to its roots. While the damage from human activities include physical damage that causes environmental degradation, such as logging of mangroves, destruction or damage to coral reefs and seagrass habitats, marine pollution, both from land contamination, or from activities at sea; use of fishing gear that is not environmentally friendly; Catch more, by over-exploitation of resources until the recovery of past ability.
Basically, human beings can not control and manage natural activities such as tsunami, earthquakes, cyclones. But we can reduce and menanggulanggi consequences to the management and utilization with environmentally friendly. Even with the policy and good environmental laws, especially in terms of overcoming damage to seagrass due to human activities. For conservation and preservation efforts in order to keep the environment and sustainable use, then developed an integrated approach involving various stakeholders to create the right solutions in maintaining the ecological functions of ecosystems in an integrated coastal management.