Jumat, 03 Juni 2011

Tragedy Of The Commons (Overfishing di Kalimantan Tengah)

Tingkat kemajuan suatu negara atau wilayah dapat diukur melalui pertumbuhan ekonomi di negaranya. Seharusnya saat pertumbuhan ekonomi terjadi, yang diharapkan adalah keadaan lingkungan tetap lestari. Namun umumnya kenyataan yang sering terjadi adalah ketidakseimbangan dan kerusakan pada lingkungan, karena disaat pertumbuhan ekonomi cukup tinggi, kerusakan lingkungan juga tinggi. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan ekonomi diraih dengan cara melakukan eksploitasi sumberdaya alam tanpa mengupayakan nilai tambah dan tidak dibarengi dengan investasi sumberdaya manusia. Terjadilah kemudian tragedi kepemilikan bersama.
Istilah tragedi kepemilikan bersama, mengacu pada tulisan Garret Hardin, Profesor Emeritus of Ecology University of Santa Barbara-California dalam Majalah Science edisi 162 yang terbit tahun 1968, Tragedy of the Commons. Tragedi kepemilikan bersama merupakan perangkap sosial yang biasanya berkaitan dengan masalah ekonomi yang menyangkut konflik antara kepentingan individu dengan barang milik umum.
Terjadinya tragedi kepemilikan bersama ini diakibatkan oleh pemikiran bahwa sumberdaya alam adalah milik semua orang yang telah diciptakan Tuhan, sehingga siapa saja dapat memanfaatkannya. Dalam logika sederhana, prinsif ini lebih kurang bermakna ”Kalau tidak saya manfaatkan sekarang, pasti ada orang lain yang juga akan memanfaatkannya.”
Tragedi kepemilikan bersama merupakan metafora yang menggambarkan bahwa akses bebas dan ketidakterbatasan akan sumberdaya alam pada akhirnya akan menyebabkan malapetaka struktural yang tidak terelakkan terhadap sumberdaya tersebut berupa eksploitasi berlebihan (over-exploitation) yang menyebabkan habisnya sumberdaya tersebut. Malapetaka tersebut terjadi karena keuntungan dari ekploitasi hanya dinikmati oleh individu atau kelompok, sedangkan dampak dari eksploitasi akan terdistribusi ke semua orang yang juga memerlukan sumberdaya tersebut. Individu/ kelompok tersebut mendapatkan keuntungan dari eksploitasi yang dilakukan mak ada kecenderungan untuk meningkatkan kebutuhan mereka akan sumber daya tersebut, maka lam-kelamaan sumber daya tersebut akhirnya habis. Kerugian akibat habisnya sumberdaya tersebut tidak saja akan dirasakan oleh semua orang yang juga memerlukan sumberdaya tersebut bagi kehidupan mereka.
Potensi perikanan di Kalimantan Tengah sangat besar, khususnya perikanan air tawar. Hal itu dikarenakan luasnya wilayah perairan tawar seperti sungai, danau dan rawa di Kalimantan Tengah. Potensi perikanan di perairan umum Kota Palangka Raya sangat banyak sekali jenisnya seperti Betok, Biawan, Belida, Baung, Sepat. Kekayaan hayati Kalteng di bidang perikanan paling bagus se Indonesia, dengan 300 spesies ikannya. Dari jumlah tersebut terdapat 80 spesies ikan hias, dan 100 spesies ikan bernilai ekonomis tinggi.
Ternyata tragedi kepemilikan bersama itulah yang tampaknya telah mendorong terjadinya berbagai praktek illegal dalam penggunaan sumberdaya alam di Kalimantan Tengah, seperti, illegal fishing. Populasi ikan tiga sungai besar di Kalimantan Tengah (Kalteng) terancam punah. Sungai Kapuas, Barito dan Seruyan dipastikan miskin populasi ikan akibat praktek penangkapan ikan illegal (illegal fishing).
Masyarakat yang mata pencahariannya sebagai nelayan dikategorikan masih miskin dan memiliki tingkat pendidikan yan sangat rendah. Perilaku masyarakat ini cenderung destruktif sangat dipengaruhi oleh faktor ekonomi (kemiskinan) dalam memenuhi kebutuhannya dan diperparah dengan sifat keserakahan dalam mendapatkan hasil yang maksimal walaupun ditempuh dengan cara-cara yang merugikan karena bukan saja merusak lingkungan ekosistem daerah perairan yang kaya akan ikan tetapi juga memutus rantai mata pencaharian anak cucu.
Tragedi ini pula yang menjadikan banyaknya pemerintah daerah yang ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayahnya dengan mempermudah ijin bagi investor asing maupun lokal untuk memanfaatkan sumberdaya alam. Kesannya kemudian adalah kita seperti sedang ”jual murah” sumberdaya alam, padahal pemulihan lingkungan memerlukan biaya mahal dengan waktu yang sangat panjang.
Bahwa sumberdaya alam harus dimanfaatkan dan digunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat memang amanah konstitusi, tetapi fungsi lingkungan harus tetap diperhatikan, termasuk daya dukung untuk dapat mempertahankan keamanan ekologis suatu wilayah. Begitupun hak bagi generasi yang akan datang untuk tetap menikmati lingkungan yang nyaman dan sumberdaya yang melimpah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar