Senin, 04 Oktober 2010

Hadiah Cinta Seorang Ibu

“Bisa saya melihat bayi saya?” pinta seorang ibu yang baru melahirkan penuh kebahagiaan. Ketika gendongan itu berpindah ke tangannya dan ia membuka selimut yang membungkus wajah bayi lelaki mungil itu, ibu itu menahan nafasnya. Dokter yang menungguinya segera berbalik memandang ka arah luar jendela rumah sakit. Bayi itu dilahirkan tanpa kedua belah telinga.
Waktu membuktikan bahwa pendengaran bayi kini telah tumbuh menjadi seorang anak itu bekerja dengan sempurna. Hanya penampilannya saja yang tampak aneh dan buruk. Suatu hari anak lelaki itu bergegas pulang ke rumah dan membenamkan wajahnya ke pelukan sang Ibu yang menangis. Ia tahu hidup anak lelakinya penuh kekecewaan dan tragedi. Anak lelakinya itu menangis terisak-isak sambil berkata, “ Seorang anak laki-laki besar mengejekku. Katanya,aku ini makhluk aneh.”

Anak lelaki itu tumbuh dewasa. Ia cukup tampan dengan cacatnya. Ia pun disukai teman-teman di sekolahnya. Ia juga mengembangkan bakatnyadi bidang musik dan menulis. Ia ingin sekali menjadi ketua kelas. Ibunya mengingatkan, “Bukankah nantinya kau akan bergaul dengan remaja-remaja lain?” Namun di dalam hati ibu merasa kasian dengan anak laki-lakinya itu.
Suatu hari ayah anak lelaki itu bertemu denga seorang dokter ahli dan bisa mencangkokan telinga anaknya itu. “Saya percaya saya bisa memindahkan sepasang telinga untuknya. Tetapi hatus ada seseorang yang bersedia mendonorkan telinganya,” demikian kata dokter. Kemudian, orang tua anak lelaki itu mulai mencari siapa yang mau mengorbankan telinga dan mendonorkannya kepada mereka. Beberapa bulan sudah berlalu. Dan tibalah saatnya mereka memanggila anak lelakinya, “Nak,seseorang yang tak ingin dikenal telah bersedia mendonorkan telinganya kepadamu. Kami harus segera mengirimmu ke rumah sakit utuk melakukan operasi. Namun, semua ini sangatlah rahasia.” Kata sang ayah. Operasi berjalan dengan sukses.
Seorang lelaki baru pun lahirlah. Bakat musiknya yang hebat berubah menjadi kejeniusan. Ia pun menerima banyak penghargaaan dari sekolahny. Beberapa waktu kemudian ia pun menikah dan bekerja sebagai seorang Diplomat. Ia menemui ayahnya, “ Yah, aku harus mengetahui siapa yang telah bersedia mengorbankan ini semua padaku. Ia telah berbuat sesuatu yang besar namun aku saa sekali belum membalas kebaikannya.” Ayahnya menjawab. “ Ayah yakin kau tak bisa membalas kebaikan hati orang yang telah memberikan telinganya itu.” Setelah terdiam sesat ayahnya melanjutkan, “Sesuai dengan perjanjian, belum saatnya bagimu untuk mengetahui semua rahasia ini.”
Tahun berganti tahun. Kedua orang tua lelaki itu tetap menyimpan rahasia. Hingga sustu hari tibalah saat yang menyedihkan bagi keluargaku itu. Di hari itu ayah dan anak lelaki itu berdiri di tepi peti jenasah ibunya yang baru saja meninggal. Dengan perlahan dan lembut, sang ayah membelai rambut jenasah ibu yang terbujur kaku itu, lalu menyibakannya sehingga sang ibu tidak memiliki telinga. “ Ibumu pernah berkata bahwa ia senang sekali bisa memanjangkan rambutnya,” bisik sang ayah. “ Dan tak seorangpun menyadari bahwa ia telah kehilangan sedikit kecantikannya bukan?
Renungan: Kecantikan yang sejati tidak terletak pada penampilan tubuh namun di dalam hati. Harta karun yang hakiki tidak terletak pada apa yang bisa terlihat, namun pada apa yang tidak terlihat. Cinta yang sejati tidak terletak pada apa yang telah dikerjakan dan diketahui, namun pada apa yang telah dikerjakan namun tidak diketahui.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar